Muhkam dan Mutasyabih


     Disusunoleh :




JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2012




PENDAHULUAN


Allah SWT sengaja menurunkan Al-qur’an kepada hamba-hamba Nya agar ia menjadi pemberi peringatan bagi alam semesta. Ia telah menggariskan bagi makhluk Nya aqidah yang benar dan prinsip-prinsip yang lurus dalam ayat-ayat yang tegas keterangannya dan jelas ciri-cirinya,untuk itu pemahaman dan pengetahuan al-qur’an banyak dipelajari dan diperdalam secara terperinci, dan untuk itu diperlukan sebuah keilmuan untuk mempelajari atau mengkaji ilmu al-Qur’an yang disebut dengan Ulumul Qur’an.
Salah satu persoalan dalamUlumul Al-Qur’an yang masih diperdebatkan sampai sekarang adalah kategori muhkam dan mutasyabih. Telaah dan perdebatan diseputar masalah ini telah mengisi khasanah keilmuan Islam, terutama menyangkut penafsiran Al-Qur’an. Perdebatan itu tidak saja melibatkan sarjana-sarjana muslim itu sendiri akan tetapi sarjana-sarjana Barat pun ikut mewarnainya.
Kami berusaha menguraikan sedikit pengetahuan tentang muhkam dan mutasyabih ini meskipun dengan segala kekurangannya. Oleh karenaitu, kami harap kan tegur sapa akrab dari para Pembaca berupa kritik atau pun saran untuk kemajuan Pemakalah kedepannya, terutama kepada Dosen Pembimbing.

BAB I
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat
1.      PengertianMuhkam
Kata muhkam berasal dari kata ihkam yang secara literal berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan.Meski demikian cakupan makna dari kata tersebut kembali pada substansi pencegahan.احكام الامر berarti menyempurnakan sesuatu hal dan mencegahnya dari kerusakan.[1]Menurut Manual Quthan bahwa muhkam secara bahasa terambil dari kata حكمت الدابة و احكمتartinya melarang. Hukum yaitu pemisah antara dua hal. Ahkamul kalam artinya menguatkan pembicaraan itu dengan membedakan yang benar dari yang bohong.[2] Pada pengertian  yang  lain disebutan bahwa al-muhkam menurut bahasa berarti المنع atau melarang.[3] Secara istilah terdapat khilafiah sesame ahli ushul mengenai arti muhkam, yaitu:
·         Yang dinamakan al-muhkam ialah yang diketahui apa yang dimaksud dengannya. Adakalnya secara zahir atau nyata dan adakalanya dengan takwil atau pengalihan artinya.
·         b.    Yang dinamakan al-muhkam ialah apa yang tidak mungkin ditakwilkan, tapi ia hanya satu arah saja.
·         c.    Yang dinamakan almuhkam adalah yang  jelas atau terang yang dimaksud dengannya, sehingga ia tidak mungkin dihapuskan.
·         d.   Yang dinamakan almuhkam ialah apa yang berdiri sendirinya dan tidak membutuhkan penjelasan.
·         e.    Yang dinamakan almuhkam ialah sesuatu yang kokoh dan bundar sehingga tidak ada seginya.
2.      Pengertian mutasyabihat
Mutasyabih, menurut bahasa terambil dari تشابه, yaitu yang satu diserupakan dengan yang satu lagi. dan شبهة ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Dalam surat al-baqarah:25 allah berfirman”واتوابه متشابها”.maksudnya, sebagian buah-buahan surga itu serupa dengan sebagian yang lain dalam hal warna,tidak dalam rasa dan hakikatnya. Mutasyabih disebut  juga متماسل  dalam perkataan dan keindahannya, jadi tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan,karena sebagiannya membetulkan yang lain.[4]
3.      Perbedaan muhkam dan mutasyabih
Secara istilah pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat dalam merumuskan definisi muhkam dan mutasyabih. Al-Zarkani mengemukakan beberapa definisi antara lain:
Ø  Muhkam ialah ayat yang  jelas maksudnya atau mudah diketahui maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungikinan nasakh, sedang mutasyabih ialah ayat yang  tersembunyi (maknanya) tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli dan hanya Allah yang mengetahui maksudnya seperti datangnya hari kiamat dan huruf-huruf muqataah.
Ø  Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya baik secara nyata maupun takwil, mutasyabih ialah ayat  yang hanya Allah mengetahui maksudnya seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal dan  lain-lain.
Ø  Muhkam ialah ayat yang hanya mengandung satu wajah takwil, mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak atau kemungkinan makna takwil.
Ø  Muhkam adalah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan lain, mutasyabih adalah ayat  yang  tidak berdiri sendiri tetapi memerlukan keterangan.
Ø  Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutannya yang membawa kepada kebangkitan makna  yang  tepat tanpa pertentangan, mutasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada berrsama nya indikasi atau melalui konteksnya.
Ø  Muhkam adalah ayat  yang  jelas maknanya dan tidak termasuk kepada isykal (kepedulian) sedang mutasyabih adalah lawannya (samar-samar).
Ø  Muhkam ialah ayat  yang  makna nya kuat yaitu lafadz nash dan lafaz zahir, mutasyabih ialah ayat yang maknanya tidak kuat yaitu lafaz mujmal, muawwal dan musykil.
Ø  Muhkam adalah ayat  yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan yang lain, sedangkan mutasyabih tidak dapat diketahui maksudnya secara langsung, memerlukan keterangan lain atau penjelasan yang merujuk kepadaa yat-ayat lain.[5]
B.  Pembagian Ayat-Ayat Mutasyabih
Ayat-ayat mutasyabih secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam:
1)      Ayat –ayat  mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh manusia, kecuali hanya oleh Allah SWT  saja. Misalnya seperti dzat Allah  SWT, hakikat dan sifatnya –sifat Nya , waktu datang nya hari kiamat dan sebagiannya.
2)      Ayat –ayat mutasyabihat yang dapat di ketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Misalnya, seperti merinci yang mujmal, menentukan yang mushtarak, mengqayyid kan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan lain sebagainya.
3)      Ayat-ayat mutassyabihat yang hanya dapat di ketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang rasikh (mendalam) ilmu pengetahuannya.[6]
C. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Pemahaman Pengetahuan Mutasyabih
Perbedaan pendapat mengenai kemungkinan maksud ayat yang mutasyabih pun tidak dapat dihindarkan, sumber perbedaan pendapat  ini berpangkal pada masalah waqaf  dalam ayat:
والراسخون فى العلمapakah kedudukan lafaz ini sebagai mubtada’ yang khabarnya adalah “يقولون “dengan “wawu” diperlakukan dengan huruf isti’naf (permulaan)dan waqaf dilakukan padalafaz (ومايعلم تاويله الاالله) apakah ia ia ma’tuf, sedangkan lafaz “yaqulun” menjadi hal dan waqaf nya pada lafaz     والراسخون فى العلم
Pendapat pertama di ikuti oleh sejumlah ulama diantaranya adalah Ubay bin Ka’ab, Ibnu Mas’ud, Ibnu “Abbas, dan sejumlah sahabat dan tabi’in lainnya. Mereka beralasan lain, dengan keterangan yang dirwayatkan oleh Hakim dalam mustadrak nya, yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ia membacaومايعلم تعويله الاالله ويقول الراسخون فى العلم امنابه 
Dan dengan qira’at Ibnu Mas’ud:وان تعويله الاعندالله والراسخون فى العلم يقولون امنا به  juga dengan ayat itu sendiri yang menyatakan celaan terhadap orang-orang yang mengikuti hatinya “condong kepada kesesatan dan berusaha menimbulkan fitnah.”
Anggapan bahwa dalam Al-qur’an terdapat ayat yang hanya diketahui maknanya oleh Allah telah muncul sejak awal-awal islam, paling tidak anggapan ini tampak ketika Muqatil(w.150H/767M) membedakan “tafsir” sebagai suatu bentuk pemahaman atau penjelasan terhadap ayat-ayat yang dapat difahami maknanya oleh Ulama’, dan “ta’wil”sebagai suatu bentuk penafsiran terhadap ayat –ayat yang maknanya hanya dapat di ketahui oleh Allah.
Pendapat yang kedua (yang menyatakan huruf wawu sebagai huruf ‘ataf) diikuti oleh golongan yang lain, yang dipeloppori oleh Mujahid. Golongan ini mengartikan takwil menurut pengartian yang kedua, yakni tafsir, sebagaimana yang dikemukakan oleh Mujahid. Pendapat ini juga dipilih oleh an-Nawawi. Dalam sarh Muslim-nya ia menegaskan, iniah pendapat yang paling shahih, karena tidak mungkin Allah menyeru hamba-hambanya dengan sesuatu yang tidak dapat diketahui maksudnya oleh mereka.[7]

D.  HikmahDiturunkannyaAyat-Ayat Muhkamat
1)      Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya bagi orang yang bahasa arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti faedahnya bagi mereka.
2)      Memudahkan bagi manusia untuk mengetahui arti dan maksudnya, juga memudahkan  bagi mereka dalam menghayati makna dan maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran- ajarannya.
3)      Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan al-qur’an , karna lafazz ayat-ayatnya telah mudaah diketahui, gampang difahami, dan jelas pula untuk di amalkan.
4)      Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafaz ayat-ayatnya sudah jelas arti dan maksudnya, tidak harus menunggu penafsiran atau penjelasan dari lafaz ayat maupun surat yang lain.[8]
E.  Hikmah Diturunkannya Ayat-Ayat Mutasyabih
Para ulama menyebutkan beberapa hikmah adanya ayat-ayat mutasyabih diantaranya.
1)      Mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga dengan demikian menambah pahalanya.
2)      Seandainya seluruhnya Al-Quran seluruhnya muhkam niscaya hanya ada satu mazhab, karna itu akan membatalkan semua mazhab selainnya, dan akan mengakiabatkan para penganut mazhab tidak mau menerima dan memanfaatkannya. Tetapi jika mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing-masing dari para penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya.
3)      Apabial Al-quranmengandungayat-ayat mutasyabih maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dan lainnya, selanjutnya hal ini memerlukan kepada berbagai ilmu seperti ilmu bahasa, gramatikal, ma’any,bayan, ushulfiqh dan lain sebagainya. Seandainya tidak demikian maka tidak akan muncul ilmu-ilmu tersebut.
4)      Al-Quran berisi dakwah kepada orang-orang tertentu dan umum. orang-orang awam biasanya tidak menyukai hal-hal  yang bersifat abstrak. Karena itu jika mereka mendengar tentang sesuatu yang “ada” tetapi tidak berwujud fisik dan berbentuk, maka ia akan menyangka bahwa hal itu tidak benar, kemudian ia terjerumus kepada ta’thil (peniadaansifat-sifat Allah). Oleh sebab itu sebaiknya mereka diajak bicara dengan bahasa yang menunjukan kepada apa yang sesuai dengan imajinasi dan khayalnya dan dipadukan dengan kebenaran yang bersifat empirik.[9]
BAB II
KESIMPULAN
Dari uraian singkat diatas maka dapat kita simpulkan bahwa muhkam berasal dari  kata ihkam yang secara literal berartikekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Secara singkatnya bahwa muhkam adalah ayat-ayat Al-Quran yang telah jelas maksud dan kandungannya. Sedangkan mutasyabih menurut bahasa terambil dari tasyabuh, yaitu yang satu diserupakan dengan yang satu lagi. Tasyabuh kalam yaitu serupa dan bersesuaian, sebab itu antara satu sama lain dapat membenarkan. Yang secara singkatnya untuk mudah dipahami bahwa ayat mutasyabihat adalah ayat al-quran yang masih samar maksud dan artinya atau dalam definisi yang lain mengatakan bahwa ayat mutasyabih adalah ayat yang mengandung kemungkinan ditakwilkan dari beberapa segi.
Para ulama berbeda pandangan dalam menanggapi ayat-ayat mutasyabih. Pada dasarnya terbagi atas dua pendapat besar, yakni golongan salaf dan golongan khalaf. Umumnya ulama salaf meyakini dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah SWT.mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan meyakininya sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Quran seta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri. ulama khalaf menempuh jalan takwil atau menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang sesuai dengan zat Allah. Karena itu mereka disebut dengan muawillah atau mazhab takwil. Mereka berargumen bahwa Al-Quran tidak mungkin diturunkan kalau tidak diketahui maknanya.



DAFTAR PUSTAKA
Abidin S,Zainal.,SelukBelukAl-Quran,Jakarta:Rineka Cipta,1992
Al-qattan,Manna’ Khalil,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,Bogor:Pustaka lintera Antarnusa,2011
Alifuddin,Muhammad,SejarahdanPengantarUlumAl-Quran,Kendari:YayasanSipakarennu Nusantara,2009
Daming,Muhammad,Ulumul Quran, Kendari:Karya Kreatif,2006
Mansyur,Kahar,pokok-pokokulumulQuran,Jakarta:rineka Cipta,1992
MKD IAIN Sunan Ampel,Studi Al-qur’an,Surabaya:IAIN SA PRESS,2012
Quthan,Manual,PembahasanIlmuAl-Quran,Jakarta:Rineka Cipta,1995










[1] Muhammad Alifuddin,SejarahdanPengantarUlum Al-Quran,(Kendari:YayasanSipakarennu Nusantara,2009),hlm.150
[2]Manual Quthan,PembahasanIlmu Al-Quran,(Jakarta:Rineka Cipta,1995),hlm.2
[3]Kaharmansyur,pokok-pokokulumul Quran,(Jakarta:rineka Cipta,1992),hlm.19
[4]Manna khalil,Studi ilmu-ilmu qur’an,(jakarta:Litera Antar Nusa,2011)hlm.304
[5] Muhammad Daming,Ulumul Quran, (Kendari:Karya Kreatif,2006),hlm.91-93
[6]Tim MKD IAIN Sunan Ampel,Studi Al qur’an,(Surabaya:Sunan Ampel Press,2012),hlm.251
[7] Ibid,hal 249-250
[8]MKD IAIN Sunan Ampel,Studi Al-qur’an,hlm.252
[9]Abidin s.,seluk…,hlm.189

0 Response to "Muhkam dan Mutasyabih"